Latihan Untuk Meningkatkan VO2 MAX (Edisi 3)

Latihan Untuk Meningkatkan VO2 MAX

EDISI 3

Oleh
Dr. Marta Dinata, M.Pd





Penerbit Cerdas Jaya
Jakarta
2017



BAB I


PENDAHULUAN


Vo2 max adalah  volume maximal o2  (oksigen)  yang di proses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Volume O2 max ini adalah suatu tingkatan kemampuan tubuh yang dinyatakan dalam liter per menit atau mililiter/menit/kg berat badan. Ada 3 cara untuk meningkatkan volume maximal oksigen atau VO2 max pada setiap atlet dari cabang olahraga manapun. Semakin tinggi VO2 max   atlet bersangkutan , maka semakin tinggi  daya tahan dan stamina atlet tersebut.
Ada langkah awal yang harus menjadi pegangan para pelatih sebelum melaksanan 3 cara peningkatan VO2 max, yakni pelatih harus mengetahui berapa jarak dan waktu yang dibutuhkan sang atlet untuk mendapat VO2 max, sebelum memulai pelaksanaan pemusatan latihan ,tutur paulus pasurney dari bidang Litbang KONI pusat. Setelah menjalani tes Balke, umpamanya, sang atlet mampu menyelesaikan lari sejauh 3.600 meter untuk waktu 15 menit, itu berarti kecepatan perdetik hanya 4 meter.
Guna meningkatkan daya tahannya, harus diberikan latihan aerobik dengan intensitas 85 persen sebagai tahap pertama dalam meningkatkan VO2 max –nya. Artinya , sang atlet harus terus dilatih agar mampu melakukan lari dengan kecepatan 85%  atau 3.6 meter perdetik, selama 1 jam. Metode kedua lebih untuk meningkatkan Vo2 max itu adalah memberikan latihan kepada atlet dengan intensitas mencapai 95 persen. Ini artinya sang atlet diharuskan mampu berlari dengan kecepatan 3.8 meter perdetik selama setengah jam.
Adapun metode terakhir adalah memberikan latihan secara ekstrem kepada atlet dengan intensitas 100 persen, tentu ketiga latihan ini harus di berikan secara bertahap sehingga atletnya dapat mengetahui dengan mudah. Memang, setelah mendapat latihan terakhir ini, atlet akan memiliki stamina yang andal,  dengan begitu sang atlet, akan cepat mengalami pemulihan dari kelelahan yang dialaminya, tentu dengan stamina yang istimewa pula,tutur pelatih senior itu.
Sekalipun memiliki stamina yang istimewa,atlet tetap harus memiliki penguasaan teknik cabangnya dengan baik. Sebab dengan teknik yang baik, sang atlet akan efisien dalam bertanding. Artinya,sekalipun lawannya memiliki stamina yang istimewa, tetapi  dengan  teknik pas- pasan, maka  atlet kita yang bakal menang, jika diimbangin dengan teknik yang baik.Menurut paulus pasurney, latihan untuk meningkatkan VO2 max ini harus dilakukan pada seluruh cabang olahraga, karena semakin cepat tingkat pemulihan diri kita dari kelehan yang dialami, berarti atlet kita tetap tampil prima hingga  selesai latihan atau pertandingan.
VO2 max adalah kapasitas maksimum tubuh untuk mengangkut dan menggunakan oksigen selama latihan intensif yang mencerminkan kebugaran fisik individu. Nama ini berasal dari V- volume, O2 –oksigen, max- maximal.VO2 max dihitung dalam satuan mililiter / kilogram berat  badan / menit ( ml/kg/menit).
Volume oksigen maksimal sering diangggap sebagai tolak ukur kebugaran fisik seseorang, terutama sebagai tolak ukur stamina seorang  atlet. Sebenarnya selain VO2 max masih banyak faktor yang mempengaruhi stamina seseorang diantaranya mental, teknik , taktik, faktor cuaca ,dll.
Untuk seseorang yang bukan atlet mempunyai VO2 max yang tinggi berarti juga mempunyai kebugaran fisik yang baik dan pastinya tidak gampang lelah dalam beraktivitas.
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi VO2 max diantaranya : umur, latihan, ketinggian suatu tempat (kadar O2) dan faktor fisiologis seperti :
1 . Kemampuan jaringan otot untuk menggunakan oksigen dalam proses produksi energi tubuh.
2. Kemampuan sistem jantung dan paru (Cardiovascular) untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot.
Buku ini, walaupun tidak lengkap dalam faktor faktor yang membahas VO2  Max dan daya tahan serta membahas sumber energi aerobik dan anaerobik atau gabungan kedua sumber energi tadi, namun penulis berusaha sedapat mungkin supaya buku ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat pelaku dalam bidang pendidikan jasmani dan kesehatan, baik itu mahasiswa, pelatih, guru pendidikan jasmani, dan lain lain. Buku ini berguna  sebagai pengetahuan bagi masyarakat   yang ingin meningkatkan VO2 Max.
Dalam buku ini dapat dirumuskan permasalahan bagaimana  latihan untuk meningkatkan VO2 Max, dalam buku ini juga dipaparkan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan tersebut. Dan juga dibahas antara keterkaitan  antara konsentrasi hemoglobin, denyut nadi, kadar lemak  tubuh dengan daya tahan aerobik.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana upaya-upaya atau bentuk-bentuk latihan untuk meningkatkan VO2 Max dan unsur-unsur yang mempengaruhi daya tahan aerobik tersebut dapat ditingkatkan. Sehingga  dapat diharapkan dapat meningkatkan kinerja seseorang  yang berhubungan dengan VO2 Max dan daya tahan aerobik.


BAB II


DAYA TAHAN AEROBIK

Daya tahan aerobik adalah kapasitas seseorang untuk menahan kelelahan. Daya tahan aerobik tidak hanya merupakan faktor yang sangat penting dalam kinerja kompetitif untuk sebagian besar cabang olahraga, tetapi merupakan faktor yang sangat menentukan untuk kinerja atlet di dalam latihan dan kapasitas umum. Pengembangan kualitas daya tahan yang baik, sangat penting untuk segera pulih asal (recovery) setelah melakukan latihan berat.
Ada beberapa macam istilah yang biasa digunakan untuk daya tahan aerobik di antaranya: kebugaran aerobik, daya tahan kardiovaskuler, kebugaran kardiovaskuler, kebugaran kardiorespiratori, kapasitas kerja fisik, kapasitas aerobik dan maximal oxygen up-take ( Melvin H. Williams; 1990: 173) atau disebut juga dengan istilah maximal oxygen consumption, maximal oxygen in-take dan maximal aerobic power (David R. Lamb; 1984: 173).
                     
Hoeger (1989: 15) menyatakan bahwa daya tahan kardiovaskuler adalah kemampuan paru, jantung, pembuluh darah dan darah untuk menyampaikan sejumlah oksigen yang cukup dan zat-zat gizi ke sel-sel yang bekerja untuk memenuhi tuntutan aktivitas fisik yang berlangsung dalam waktu yang lama. Menurut Shaver (1981: 267) hal tersebut juga mengangkut hasil metabolisme.
Daya tahan aerobik menurut Hazeldine (1989: 122) berhubungan dengan proses di dalam mengisap, mengangkut dan mempergunakan oksigen. Lamb (1984: 37) menyatakan, daya tahan (endurance) atau keajekan daya ledak (power] selama bermain sepakbola, lari jarak jauh dan diklasifikasikan sebagai daya  tahan aerobik. Menurut deVries dan Housch (1994: 254) tergantung kepada kapasitas orang tersebut untuk mengsuplai oksigen ke otot yang sedang bekerja. Jadi daya tahan aerobik adalah komponen yang kompleks dari kebugaran jasmani, karena melibatkan interaksi beberapa proses  fisiologis di dalam kardiovaskuler, sistem respiratori dan sistem perototan, termasuk kapasitas paru untuk menghirup oksigen, kapasitas darah di dalam paru untuk menyerap oksigen, kapasitas jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen ke jaringan otot dan kapasitas jaringan otot untuk menyerap oksigen dari darah  dan mempergunakannya untuk menghasilkan energi.
Pada tingkat seluler, oksigen dipakai untuk merubah sari makanan, terutama karbohidrat dan lemak menjadi energi yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh. Jadi kombinasi kardiovaskuler dan sistem respiratori merupakan mekanisme pengsuplai oksigen ke otot. Apabila kebutuhan energi otot meningkat, maka tuntutan terhadap sistem respiratori dan kardiovaskuler juga meningkat.
Selama kegiatan fisik yang berlangsung dalam waktu yang lama, seseorang dengan tingkat daya tahan kardiovaskuler yang tinggi mampu me­nyampaikan sejumlah oksigen yang diperlukan ke jaringan-jaringan dengan relatif mudah. Sebaliknya orang dengan tingkat daya tahan sistem kardiovaskuler rendah, harus bekerja lebih keras, karena jantung harus memompa lebih sering untuk mengsuplai sejumlah oksigen yang sama ke jaringan-jaringan dan sebagai konsekuensinya kelelahan lebih cepat datang. Oleh karena itu kapasitas yang lebih tinggi untuk menyampaikan dan menggunakan oksigen (isapan oksigen) menunjukkan sistem kardiovaskuler yang lebih efisien.
Neumann (1988: 97) menyatakan bahwa daya tahan adalah prakondisi yang menentukan kinerja mempergunakannya untuk menghasilkan energi. Pada tingkat seluler, oksigen dipakai untuk merubah sari makanan, terutama karbohidrat dan lemak menjadi energi yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh. Jadi kombinasi kardiovaskuler dan sistem respiratori merupakan mekanisme pengsuplai oksigen ke otot. Apabila kebutuhan energi otot meningkat, maka tuntutan terhadap sistem respiratori dan kardiovaskuler juga meningkat.

Selama kegiatan fisik yang berlangsung dalam waktu yang lama, seseorang dengan tingkat daya tahan kardiovaskuler yang tinggi mampu me­nyampaikan sejumlah oksigen yang diperlukan ke jaringan-jaringan dengan relatif mudah. Sebaliknya orang dengan tingkat daya tahan sistem kardiovaskuler rendah, harus bekerja lebih keras, karena jantung harus memompa lebih sering untuk mengsuplai sejumlah oksigen yang sama ke jaringan-jaringan dan sebagai konsekuensinya kelelahan lebih cepat datang. Oleh karena itu kapasitas yang lebih tinggi untuk menyampaikan dan menggunakan oksigen (isapan oksigen) menunjukkan sistem kardiovaskuler yang lebih efisien.
Neumann (1988:97) menyatakan bahwa daya tahan adalah prakondisi yang menentukan kinerja olahraga pada berbagai macam cabang olahraga. Setiap kinerja daya tahan didasarkan pada pengaturan mekanisme yang rumit, kebermaknaan proses-proses energi, pengendalian dan pengaturan proses-proses.  Menurut Harre (1982: 124), derajat daya tahan sangat ditentukan oleh efisiensi fungsi kardiovaskuler, metabolik dan sistem pernafasan, seperti tingkat koordinasi dari aktivitas semua organ dan sistem tubuh. Eksploitasi umum dari semua yang berhubungan dengan kemampuan biologis atlet akan menghasilkan daya tahan yang sangat tinggi tergantung kepada tingkat koordinasi dan kemampuan mental, terutama pemanfaatan kemauan yang keras. Jadi daya tahan hanya merupakan salah satu elemen dari struktur kinerja secara keseluruhan tetapi berhubungan dengan faktor-faktor kinerja lainnya.
Selanjutnya Harre ( 1982: 124) menyatakan bahwa: daya tahan diklasifikasikan ke dalam daya tahan dalam waktu yang lama, dalam waktu menengah dan waktu yang singkat. Daya tahan yang berlangsung untuk waktu yang lama adalah kegiatan yang berlangsung dalam waktu lebih dari 15 menit sampai beberapa jam (berenang 1500 m dan lari  marathon) tanpa mengalami pengurangan kecepatan yang berarti. Tipe ini juga masih dibagi menjadi daya tahan dalam waktu yang panjang I, II dan III yang artinya 11 - 30 menit, 30 -
90 menit dan lebih dari 90 menit. Pembagian ini berdasarkan pada kebutuhan metabolisme. Daya tahan yang berlangsung untuk waktu menengah adalah kegiatan yang berlangsung dari 2 sampai 11 menit. Kinerja ini memerlukan bahan bakar dari sistem anaerobik dan aerobik. Tingkat daya tahan kekuatan dan daya tahan kecepatan sangat menentukan daya tahan yang berlangsung dalam waktu, menengah ini yang pada umumnya memerlukan tahanan yang relatif tinggi dan berulang-ulang sepanjang kegiatan itu berlangsung. Daya tahan dalam waktu yang singkat, berlangsung dari 45 detik sampai dua menit. Proses metabolik anaerobik lebih menonjol. Daya tahan semacam ini sangat tergantung kepada daya tahan kekuatan dan daya tahan kecepatan.

Pendapat di atas itu diperkuat oleh Neumann (1988: 97) yang menyatakan: pada praktiknya, daya tahan dibagi menjadi jangka waktu singkat, menengah dan untuk waktu yang lama. Semua kinerja daya tahan dengan durasi antara 35 detik sampai 2 menit dikatakan daya tahan dalam waktu singkat, kinerja daya tahan dari 2 - 10 menit kelompok menengah dan yang lebih dari 10 menit kelompok yang lama. Kelompok yang lama ini masih dibagi lagi menjadi I kegiatan yang berlangsung antara 10 - 35 menit, II antara 35 - 90 menit, III antara 90 - 360 menit dan ke IV lebih dari 360 menit.
Pembagian tersebut sebenarnya hanya merupakan pegangan bagi pelatih bersama-sama dengan atletnya di dalam merancang suatu program latihan. Tetapi yang penting menurut Burke (1980: 15), pelatih dan atlet harus betul-betul mampu memahami, bahwa daya tahan aerobik (aerobic power] sebenarnya merupakan gabungan dari dua sub-kemampuan yang melibatkan (1) sistem transport oksigen dan (2) otot itu sendiri. Sistem transport oksigen melibatkan paru, jantung, darah dan pembuluh darah dan ini dapat dilatih dengan berbagai macam cara. Sepintas kelihatannya sangat mudah untuk meningkatkan daya tahan aerobik yang dapat dilatih dengan berbagai macam cara. Tetapi kenyataannya untuk mencapai tujuan itu tidak semudah seperti dibayangkan semula, karena untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seorang pelatih. Ward and Watts seperti dikutip Daly dan Parkin (1991: 3) mengatakan bahwa, pelatih adalah orang yang mempunyai tugas untuk membantu atlet dalam usahanya mencapai kesempurnaan. Pada dasarnya pelatih memberikan pengetahuan dan waktunya untuk atlet dan membantu mereka untuk       meninggikan    keterampilan dan mengembangkan potensi mereka yang pada gilirannya dapat memberikan kepuasan. Junusul Hairy (1995: 8) mengatakan, untuk menjadi seorang pelatih yang baik, diperlukan lebih dari sekedar hanya memiliki topi, peluit dan buku catatan. Seorang pelatih tidak cukup hanya pandai bermain dan memerintah, walaupun itu semua sangat banyak membantu. Untuk menjadi pelatih yang baik, seseorang dituntut untuk memiliki keterampilan, pengetahuan, kemampuan untuk mengorganisir dan pembawaan sebagai seorang guru yang baik. Pelatih yang berhasil harus memiliki dan memahami prinsip-prinsip ilmiah yang dapat menjelaskan dan menentukan kinerja berolahraga atletnya. Latihan ditekankan pada komponen-komponen fisik, seperti daya tahan, kekuatan, kelincahan, kecepatan, fleksibilitas, power, stamina dan faktor-faktor lain guna pengembangan fisik atlet secara keseluruhan.
Brooks and Fahey (1987: 18) mengatakan, bahwa aktivitas fisik merupakan suatu kejadian yang memerlukan energi. Bagaimana tubuh menggunakan energi ditentukan oleh keberhasilan di dalam berolahraga, rekreasi, melakukan pekerjaan sehari-hari dan kegiatan yang bersifat rehabilitasi. Jadi untuk mengerti bagaimana fungsi tubuh selama aktivitas fisik diperlukan pengertian bagaimana energi kimia potensial di dalam bahan makanan ditangkap dan dikonversi ke dalam bentuk energi kimia yang dapat menyediakan energi untuk kegiatan yang memerlukan power dari kerja reguler.
Menurut Katch and McArdle (1987: 18), aspek penting di dalam berbagai macam bentuk aktivitas fisik adalah kebutuhan untuk menghasilkan energi dengan cepat, karena begitu energi dikeluarkan dengan seketika, oksigen dalam jumlah yang cukup tidak dapat disampaikan ke otot dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan energi. Walaupun oksigen segera tersedia, tetapi metabolisms tidak dapat dilakukan dengan cukup cepat untuk dapat dipergunakan. 'Dengan demikian keberhasilan seseorang pada saat berlari dengan cepat di dalam sepakbola, gerakan melompat (smash) pada bola voli atau gerakan memukul pada sofbol tergantung pada kapasitasnya untuk menghasilkan energi secara anaerobik (Katch dan McArdle; 1983: 217)
Hampir seluruh sel-sel tubuh, terutama di dalam sel otot rangka konversi energi dapat dibagi ke dalam dua kategori umum. Pertama, melibatkan reaksi kimia sehingga energi kimia yang ada sebagai hasil dari mencerna makanan yang kemudian dikonversi menjadi zat ber-energi tinggi yang dapat dipergunakan oleh tubuh, yaitu ATP .Kedua, transfer energi yang melibatkan konversi energi kimia ATP menjadi kerja sel. Kemudian beberapa kerja sel terjadi, seperti kontraksi otot, sintesis protein dan pemompaan ion. Ketiga kerja sel ini terutama penting di dalam memahami pengaruh latihan baik yang bersifat segera maupun yang berlangsung dalam waktu yang lama di dalam tubuh (Brooks dan Fahey; 1987: 18).
Dikatakan pada halaman sebelumnya bahwa aktivitas fisik dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan pada sistem energi yang mendukungnya, seperti power dalam tolak peluru, kecepatan dalam lari cepat dan daya tahan dalam lari maraton. Dalam kegiatan tersebut keberhasilan seseorang tergantung pada semangat dan pengembangan yang tinggi sistem energy seluler yang berbeda. Pada nomor-nomor yang memerlukan daya ledak (power) yang kegiatannya hanya berlangsung dalam beberapa detik, otot memerlukan sumber energi yang cepat. Untuk kegiatan yang sangat cepat dan memerlukan pengerahan tenaga maksimal serta hanyaberlangsung dari beberapa detik sampai satu menit, otot tergantung kepada non-oksidatif atau glikolitik yang sumber energinya sama dengan sumber energi cepat. Untuk kegiatan yang berlangsung dari 90 menit atau lebih mekanisme oksidatif menjadi sangat penting. Untuk melakukan kerja biologis, energi yang dipakai berasal dari energi yang disimpan di dalam ikatan-ikatan atau senyawa-senyawa kimia dari berbagai molekul. Apabila reaksi-­reaksi kimia menyebabkan pecahnya senyawa-­senyawa tersebut, maka beberapa energi dari senyawa-senyawa tersebut dikeluarkan sebagai panas dan hanya membantu untuk meningkatkan atau mempertahankan temperatur tubuh, sedangkan bagian yang lain dari pengeluaran energi dinamakan energi bebas yang dapat digunakan untuk melakukan kerja biologis.
                            
Beberapa molekul mengeluarkan banyak energi bebas apabila senyawa-senyawa tersebut pecah. Molekul energi tinggi terutama sangat ber­guna untuk melakukan kerja biologis. Energi tinggi yang paling biasa digunakan adalah ATP yang dapat mengeluarkan energi bebas dengan jumlah yang sangat besar. Apabila ATP dipecah menjadi adenossine diphosphate (ADP) ditambah inorganic phosphate (Pi) dan energi bebas (Lamb; 1984: 38).

Dalam reaksi ini sebagai stimulusnya adalah ion kalsium (Ca++) yang dikeluarkan di dalam otot apabila dirangsang oleh adanya rangsangan syaraf. ATP adalah sumber energi kimia tinggi, actin dan myosin adalah dua kontraktil protein otot, actomyosin merupakan kombinasi antara actin dan myosin, sedangkan ADP dan Pi merupakan hasil dari penggunaan ATP. Jadi di dalam tubuh, otot mengkonversi energi kimia menjadi energi mekanik (kerja luar). Proses kontraksi otot merupakan transfer energi kimia menjadi energi mekanik.

Menurut Powers dan Howley (1997: 29), simpanan ATP di dalam otot hanya dalam jumlah yang sangat terbatas dan cukup untuk menyediakan kontraksi otot maksimal selama kurang lebih 1 detik (Lamb; 1984: 29). Selanjutnya tubuh mempunyai kemampuan untuk mengganti ATP hampir secepat pecahnya. Penggantian ATP ini dapat dilakukan apabila cadangan molekul bahan bakar seperti karbohidrat dan lemak dipecah untuk menyediakan energi bebas yang dapat dipergunakan utuk menyatukan ADP dan Pi untuk membentuk ATP .
Lamb menyatakan (1984: 39), bahwa simpanan bahan bakar seperti karbohidrat dan lemak tidak dapat diubah menjadi molekul ATP. Cadangan bahan bakar pertama yang akan dipakai apabila ATP sudah dipakai adalah molekul PC (phosphocreatine) yang disimpan di dalam serabut otot. Oleh karena itu para ahli sependapat bahwa energi untuk kontraksi otot selama latihan fisik atau dengan kata lain mekanisme untuk regenerasi ATP melibatkan tiga proses atau tiga sumber yang saling ketergantungan, yaitu: (1) sistem fosfagen (sistem ATP-PC atau phosphagen system), (2) sistem glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat (Anaerobic Glycolysis system atau Lactic acid system), dan (3) sistem aerobik atau sistem oksigen atau sistem oksidatif (Aerobic system atau Oxygen system atau Oxydative system ). Dua dari tiga sistem energi tersebut yaitu sistem fosfagen dan sistem asam laktat diklasifikasikan ke dalam sistem anaerobik, yang berarti tanpa oksigen dan metabolismenya berhubungan dengan berbagai rangkaian reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh (dalam sel otot). Jadi metabolisme anaerobik atau produksi ATP anaerobik berhubungan dengan resintesis ATP melalui reaksi kimia yang tidak memerlukan adanya oksigen yang dihisap dan yang satu lagi sistem aerobik, yaitu produksi ATP yang memerlukan adanya oksigen.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senam Poco-Poco

Senam Aerobik

Langsing Dengan Aerobik